Wednesday, 16 October 2013

Pondasi Tim Nasional, solusi terbaik meraih prestasi



Masih segar di ingatan kita ketika beberapa minggu lalu Tim Nasional Indonesia U-19 berhasil menghapus dahaga prestasi sepakbola nasional dengan meraih gelar juara AFF ASEAN Cup U-19 2013. Gelar ini merupakan yang pertama sejak terakhir kali Indonesia meraih medali emas pada ajang Sea Games 1991. 22 tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi sebuah tim untuk berpuasa gelar. Nyatanya semenjak saat itu, persepakbolaan kita terus mengalami kemunduran dari tahun ke tahun.  Apakah bisa disebut Negara kita lemah dalam bidang sepakbola? Penulis sangat tidak setuju dengan anggapan ini. Karena patutnya kita berbangga memiliki banyak pemain yang sebenarnya berkemampuan kelas dunia.

Sebut saja nama-nama kawakan seperti Ricky Jacobi, Rocky Putiray, Jack Komboy yang bisa disebut legenda persepakbolaan nasional. Di masa kini tidaklah asing mendengar Bambang Pamungkas, Boas Salossa, Firman Utina, atau Andik Vermansyah menampilkan permainan ciamik di atas lapangan. Dari segi bibit muda pun Indonesia tidak kalah mentereng. Timnas Indonesia U-13 pernah meraih Juara pertama pada kejuaraan Danone Nation Cup 2005 yang kala itu menggilas Itali U-13 di final dengan skor mutlak 4-1. Lantas apa yang menjadi permasalahan timnas kita? Dengan segudang talenta muda maupun senior yang kita miliki harusnya mudah bagi Indonesia menorehkan segudang prestasi dalam kurun waktu tersebut. Namun alih-alih meraih prestasi, justru para penggila sepakbola tanah air dipaksa menahan rasa rindu juara selama 22 tahun.  Bahkan timnas Negara rival abadi kita, Malaysia telah selangkah lebih maju setelah berhasil menghempaskan Indonesia tahun  2010 lalu di turnamen AFF Asean Cup untuk pertama kalinya. Yang lebih menyakitkan, Malaysia mengangkat piala di hadapan puluhan ribu penonton yang memadati stadion kebanggan bangsa, Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta. dan begitupun setahun setelahnya di tempat yang sama, Sea Games 2011 lagi-lagi Malaysia membungkam para fans fanatik tanah air setelah membuat Indonesia bertekuk lutut lewat drama adu pinalti.

Penulis beranggapan terdapat masalah pada system pembinaan tim nasional kita selama ini. Tidak adanya keselarasaan dalam suatu organisasi induk sepakbola nasional menjadi masalah krusial yang fatal bila dilalaikan. Ambil contoh dari timnas U-13 yang penulis sebutkan sebelumnya, para bibit muda berprestasi tersebut tidak mendapat kepastian untuk melanjutkan karir sebagai pemain professional. PSSI terkesan tidak menjaga asset-aset berharga ini dan malah menelantarkan mereka begitu saja. Hasilnya bisa ditebak. Ketika memasuki jenjang usia lebih tinggi, kemampuan mereka tidak berkembang. Tidak lagi berprestasi dan justru harus bermain sebagai pemain amatir di klub amatir pula. Meskipun ada beberapa dari mereka yang berhasil memulai karir professional, tetap saja tim yang pernah menjadi juara dunia tersebut telah tiada. Pembentukan timnas yang terkesan instant beberapa tahun terkahir bukanlah solusi terbaik untuk memperbaiki apa yang telah rusak pada tubuh tim nasional kita.

Adalah seorang Indra Sjafri, pelatih yang sukses mengantarkan timnas U-19  juara pada turnamen level Asia Tenggara memberikan sebuah solusi lewat tangan dinginnya dalam bidang kepelatihan. Tidak berhenti sampai di situ, ia bahkan mengantarkan Indonesia U-19 ke putaran final Piala Asia 2014 setelah pada hari sabtu kemarin mengalahkan raksasa Asia, Korea Selatan.  Mengagumkan memang di bawah asuhannya Indonesia berhasil meraih sejumlah prestasi meskipun baru pada level junior. Tapi yang harus kita ingat adalah para junior ini merupakan sebuah pondasi, sebuah awal, sebuah bahan mentah yang nantinya diharapkan akan terus berkembang dan semakin matang ketika naik ke level senior, ekspektasi dari permainan mereka akan jauh lebih hebat dari pada sekarang. Indra berujar bahwa dari awal tujuan terbesarnya menahkodai timnas U-19 adalah Piala dunia U-20 di Selandia Baru 2015 mendatang.

Penulis menilai pelatih Indra Sjafri memiliki sebuah konsep yang jelas dalam kepelatihannya. Ini merupakan tahun ketiga ia menangani timnas U-19 yang artinya ia telah melatih para anggota tim U-19 dari mereka masih berada di tim U-16. Maka tidaklah heran bila lahir sebuah ikatan kuat diantara anggota tim. Sebuah chemistry diantara pemain yang berimbas pada kolektivitas tim kala beraksi di atas rumput hijau. Anti membangun timnas dengan cara instant, Mendidik para pemain dalam jangka waktu panjang, memiliki program-program pelatihan khusus, dan juga menjaga para pemain dari kegiatan-kegiatan komersial yang tidak ada kaitannya dari pelatnas merupakan beberapa cara yang diterapkan pelatih Indra guna menjaga anak asuhnya tetap focus pada penampilan terbaik mereka.

Kabarnya pelatih Indra pun sedang menyusun program agar Evan Dimas dkk bisa beruji coba dengan tim-tim dari Negara Eropa. Diharapkan dengan lawan yang lebih tangguh bisa meningkatkan kualitas tim pada ajang Piala Asia nanti. Kini kita hanya bisa berdo’a agar para petinggi organisasi, media massa, dan pihak manapun tidak memanipulasi timnas U19 demi kepentingan pribadi semata karena inilah yang telah dinanti pecinta sepakbola tanah air. Indonesia bisa, Indonesia Jaya.

“Saya tidak akan menerima tawaran apapun. Saya tidak akan menjual Timnas demi kepentingan komersial beberapa pihak”  - Indra Sjafri, 50, Pelatih Indonesia U-19

No comments:

Post a Comment